Wednesday, October 5, 2011

Generasi Google #DDP

Pulang kuliah adalah surga bagiku. Berada di rumah dan bebas melakukan apa saja. Menyambungkan diri dengan internet adalah suatu hal yang sepertinya wajib aku lakukan apalagi di waktu yang luang ini. Langsung saja kucari alamat mengunduh mp3 (secara gratis tentunya) dengan search engine paling top di jaman ini, si Google. Sesaat setelah kupencet tombol telusur, tak sampai semenit ribuan sumber langsung kudapat di depan mata, seketika itu juga Google menarik perhatianku. Berbagai hal muncul di pikiranku, tentang perkataan seorang dosen yang menyayangkan kurangnya produktivitas generasi sekarang dikarenakan mengakses internet melulu karena mudahnya akses tersebut dan menyalahkannya sebagai alasan untuk jarangnya mereka membaca buku (yang harus dibeli di toko buku). Apakah generasi sekarang, generasiku, pikirannya tidak sekreatif generasi pendahulu dengan kemudahan akses yang bisa digunakan semua orang saat ini? Apakah kemudahan akses ini menumpulkan cara berpikir kami?

Sebagai generasi yang sudah sejak lama memanfaatkan kepraktisan mencari data tentu saja saya tidak setuju jika kami dituding sebagai generasi yang pikirannya tumpul karena ada kemudahan akses. Dalam hal ini tentunya klise untuk menyalahkan teknologi dalam hal kurangnya generasi sekarang membaca buku dan lebih memilih browsing di internet yang mana hal itu ditding sebagai faktor tumpulnya pikiran anak muda. Hari gini siapa sih yang lebih memilih mengeluarkan puluhan ribu rupiahnya untuk membeli buku, belum lagi keluar biaya perjalanan menuju toko buku, sementara itu masih harus mencari sebuah buku ditumpukan buku lainnya. Males banget kalo anak muda sekarang bilang. Kalau bisa mengunduh e-book atau cari artikel di internet mengapa tidak? Tinggal ketik apa yang ingin kita cari dan voila, muncul ribuan sumber tanpa perlu beranjak dari tempat duduk. Notabene biaya internet pun terjangkau untuk kalangan mahasiswa. Dengan dua ribu rupiah sudah bisa mengakses internet selama satu jam dan mengunduh e-book gratisan sebanyak banyaknya. Jika dibandingkan dengan membeli buku yang hanya mengusung satu tema sungguh jauh perbandingannya dalam hal luasnya informasi maupun biaya.

Kemudahan akses ini justru menjadi salah satu batu loncatan generasi muda sekarang untuk berpikir lebih luas, keluar dari mainstream informasi yang itu itu saja. Kita bebas mencari informasi yang kita ingin, dan bebas pula memberikan informasi yang kita punya. Saya tidak setuju apabila generasi pendahulu menyalahkan kemudahan akses ini, dan menuding bahwa generasi kami adalah generasi yang pingin enaknya saja dan kreativitasnya tumpul. Bukankah jika ada yang enak kita lebih memilih yang enak? Dalam hal ini pun yang enak juga tidak lebih buruk dari yang tidak enak itu sendiri. Kreativitas kami pun bisa dibilang out of the box karena luasnya pandangan kami mengenai sesuatu. Lagipula, informasi yang ada di buku buku mahal itu bisa kita kumpulkan sedikit demi sedikit melalui akses internet yang sangat murah ini. Asal kita bisa memanfaatkan akses ini dengan baik, jangan cuma sibuk nyinyir di jejaring sosial saja. Mungkin dalam hal ini yang dipermasalahkan adalah bagaimana cara memanfaatkan penggunaan akses yang mudah ini dengan baik dan benar sesuai fungsinya untuk mahasiswa seperti saya, bukannya menyaalahkan kemudahan akses yang membuat generasi sekarang malas membaca. Dampak baik dan buruk itu sebenarnya ada di pilihan pribadi masing masing.

No comments:

Post a Comment